
Banyak orang merasa lebih produktif saat melakukan beberapa hal sekaligus—membalas pesan sambil bekerja, atau menonton video sambil membaca artikel. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa multitasking tidak hanya menurunkan efisiensi, tetapi juga memberikan Dampak negatif multitasking terhadap kesehatan otak dalam jangka panjang.
Multitasking dan Ilusi Produktivitas
Salah satu mitos terbesar tentang multitasking adalah bahwa hal ini meningkatkan produktivitas. Faktanya, otak manusia tidak dirancang untuk melakukan lebih dari satu tugas kognitif berat secara bersamaan. Setiap kali otak berpindah fokus, dibutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri kembali.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak pada menurunnya kualitas daya pikir dan konsentrasi.
Kerusakan Memori Jangka Pendek
Multitasking juga terbukti memengaruhi kemampuan memori kerja, yaitu bagian dari otak yang menyimpan informasi dalam waktu singkat. Ketika seseorang berusaha menyerap beberapa informasi sekaligus, kapasitas memori kerja menjadi terbagi. Akibatnya, informasi tidak tersimpan dengan baik, dan otak mengalami kesulitan dalam mengaksesnya kembali di kemudian hari.
Penurunan memori jangka pendek ini bisa berdampak luas, terutama bagi pelajar atau pekerja yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan akurasi dalam menyerap informasi.
Stres Kronis dan Keletihan Mental
Multitasking dapat meningkatkan tingkat kortisol, yaitu hormon stres dalam tubuh. Ketika otak terus-menerus dipaksa untuk berpindah fokus, sistem saraf berada dalam kondisi siaga yang berkepanjangan. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan kelelahan mental, kecemasan, dan bahkan gangguan tidur.
Aktivitas multitasking digital—seperti berpindah-pindah antara notifikasi email, media sosial, dan pekerjaan utama—terutama menjadi pemicu stres modern yang tidak selalu disadari. Kondisi ini membuat otak sulit memasuki keadaan rileks, bahkan saat tidak sedang bekerja.
Menurunnya Kualitas Pengambilan Keputusan
Kemampuan otak dalam menganalisis situasi dan mengambil keputusan juga bisa menurun karena multitasking. Ketika perhatian terbagi, proses penilaian terhadap risiko dan manfaat menjadi terganggu. Hal ini berpotensi menyebabkan keputusan yang impulsif atau kurang pertimbangan matang.
Multitasking juga menurunkan kemampuan refleksi diri dan evaluasi, karena tidak ada cukup ruang dalam otak untuk menimbang informasi secara mendalam. Akibatnya, seseorang cenderung mengandalkan keputusan cepat dan instingtif yang belum tentu tepat.
Dampak Jangka Panjang terhadap Struktur Otak
Penelitian menggunakan pencitraan otak (fMRI) menemukan bahwa orang yang sering melakukan multitasking digital menunjukkan kepadatan materi abu-abu yang lebih rendah di bagian otak yang berkaitan dengan kontrol emosi dan pengambilan keputusan, yaitu korteks cingulate anterior.
Kesimpulan
Multitasking tidak selalu membawa keuntungan seperti yang banyak orang bayangkan. Alih-alih meningkatkan produktivitas, kebiasaan ini justru dapat memperlambat kerja otak, merusak memori jangka pendek, meningkatkan stres, dan menurunkan kualitas pengambilan keputusan.
Untuk menjaga kesehatan otak, sangat disarankan untuk berfokus pada satu tugas dalam satu waktu. Teknik seperti manajemen waktu, istirahat teratur, dan digital detox dapat membantu meminimalkan beban mental dan menjaga fungsi otak tetap optimal.